Doa

Doa

Portal Islam

Apr 27, 2024
Otomatis
Mode Gelap
Mode Terang

Doa Akhir Tahun dan Doa Awal Tahun

Doa Akhir Tahun dan Doa Awal Tahun

Halo sahabat, pada kesempatan ini admin akan membahas tentang doa akhir tahun dan fadhilah nya, yuk simak dan baca terus agar kita mendapat pertolongan, ampunan serta rahmat dari Allah melalui Nama Kekasihnya, Panutan Jungunan Alam, Suri Tauladan Dan Panglima Perang terbaik yaitu baginda Nabi Muhammad SAW.

Tahun baru masehi 2024 atau tahun baru hijriah bukanlah saat yang tepat untuk kita rayakan dengan pesta pora , hingar bingar party bersama teman – teman, hangout ke tempat maksiat dan pergi ke bioskop bareng kekasih, itu salah besar. Mengapa? Karena momentum itu datang 1 tahun sekali dan berada di penghujung waktu ada baiknya kita untuk:

  • Bermuhasabah. Merenung akan kesalahan yang telah dilakukan selama 12 bulan terakhir dan berusaha dengan sungguh-sungguh untuk memperbaiknya.
  • Berdoa. Perbanyaklah do’a dan istighfar di penghujung tahun masehi maupun hijriah agar pahala kita semakin berkurang dan dosa diampuni pun semua hajat kita Insya Allah dikabulkan oleh Dzat Yang Maha Memberi yang tidak pernah mengecewakan satu pun makhluk nya yang berdo’a dan meminta kepadaNya.
  • Menyusun Rencana Positif. Alangkah baiknya kita susun rencana kita 12 bulan kedepan, karena orang yang gagal berencana berarti dia sedang merencanakan kegagalan.
  • Tentukan Tujuan. Setelah berencana tentunya kamu harus set goal kamu apa? Mengapa ini dilakukan? Tentunya untuk memotivasi kamu agar kamu bias meraih goal kamu, kamu bias buat checklist jika gagal dalam rencana kamu kemudian memperbaikinya sampai goal kamu benar – benar tercapai. Ingat, Kamu adalah yang kamu pikirkan.
  • Tawakal. Kita baca dan simak haditsnya tentang tawakal paripurna di penghujung tahun 2024.

عُرِضَتْ عَلَيَّ الْأُمَمُ فَجَعَلَ النَّبِيُّ وَالنَّبِيَّانِ يَمُرُّونَ مَعَهُمْ الرَّهْطُ وَالنَّبِيُّ لَيْسَ مَعَهُ أَحَدٌ حَتَّى رُفِعَ لِي سَوَادٌ عَظِيمٌ قُلْتُ مَا هَذَا أُمَّتِي هَذِهِ قِيلَ بَلْ هَذَا مُوسَى وَقَوْمُهُ قِيلَ انْظُرْ إِلَى الْأُفُقِ فَإِذَا سَوَادٌ يَمْلَأُ الْأُفُقَ ثُمَّ قِيلَ لِي انْظُرْ هَا هُنَا وَهَا هُنَا فِي آفَاقِ السَّمَاءِ فَإِذَا سَوَادٌ قَدْ مَلَأَ الْأُفُقَ قِيلَ هَذِهِ أُمَّتُكَ وَيَدْخُلُ الْجَنَّةَ مِنْ هَؤُلَاءِ سَبْعُونَ أَلْفًا بِغَيْرِ حِسَابٍ ثُمَّ دَخَلَ وَلَمْ يُبَيِّنْ لَهُمْ فَأَفَاضَ الْقَوْمُ وَقَالُوا نَحْنُ الَّذِينَ آمَنَّا بِاللَّهِ وَاتَّبَعْنَا رَسُولَهُ فَنَحْنُ هُمْ أَوْ أَوْلَادُنَا الَّذِينَ وُلِدُوا فِي الْإِسْلَامِ فَإِنَّا وُلِدْنَا فِي الْجَاهِلِيَّةِ فَبَلَغَ النَّبِيَّ ﷺ فَخَرَجَ فَقَالَ هُمُ الَّذِينَ لَا يَسْتَرْقُونَ وَلَا يَتَطَيَّرُونَ وَلَا يَكْتَوُونَ وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ

“Dihadapkan kepadaku umat-umat. Ada seorang dua orang Nabi yang lewat disertai serombongan orang. Ada juga seorang Nabi yang tidak disertai seorang pun. Sehingga diarahkan kepadaku sekelompok orang yang sangat banyak. Aku bertanya apakah ini umatku? Dijawab: Ini Musa dan kaumnya. Lalu dikatakan kepadaku: Lihatlah ke ufuk sana! Ternyata di sana ada serombongan orang yang sangat banyak juga memenuhi ufuk. Lalu dikatakan kepadaku: Lihatlah ke sebelah sana dan sana, di beberapa ufuk langit! Ternyata di sana ada serombongan orang yang telah memenuhi semua ufuk. Lalu dikatakan kepadaku: Ini umatmu, dari mereka akan ada yang masuk surga sebanyak 70.000 orang tanpa dihisab.” Kemudian Nabi masuk dan tidak menjelaskan siapa mereka. Maka orang-orang pun berdiskusi alot. Ada yang berkata: Itu adalah kita yang telah beriman kepada Allah dan mengikuti Rasul-Nya. Atau mungkin anak-anak kita, kerena mereka dilahirkan dalam keadaan Islam tidak seperti kita dalam keadaan Jahiliyyah. Maka diskusi itu sampai kepada Nabi, lalu beliau keluar dan bersabda: “Mereka adalah orang-orang yang tidak minta diruqyah (jampi), tidak percaya thiyarah (sial), tidak minta dikayy (diobati dengan besi panas), dan mereka tawakkal kepada Rabb” (Shahih al-Bukhari kitab at-thibb bab man iktawa au kawwa ghairahu no. 5705; Shahih Muslim kitab al-iman bab ad-dalil ‘ala dukhul thawa`if minal-muslimin al-jannah bi ghairi hisab no. 549).

Menurut Imam an-Nawawi, sebagian ulama berpendapat bahwa yang dimaksud “orang-orang yang tidak minta diruqyah dan tidak minta dikayy” dalam hadits di atas adalah orang-orang yang tidak minta diruqyah dan kay dengan bersandar hanya pada ruqyah dan kay saja, tanpa ada tawakkal kepada Allah swt. Atau mereka adalah orang yang tidak minta diruqyah dengan ruqyah yang haram. Sebab faktanya Nabi saw meruqyah, melakukan kay, dan berobat, tentunya dengan yang dihalalkan, bukan dengan yang diharamkan.

Akan tetapi pendapat semua ulama-ulama tersebut dibantah oleh al-Khaththabi. Menurutnya, jika memang demikian, apa letak keistimewaan 70.000 orang dari umat Nabi saw tersebut? Jika ta`wil haditsnya seperti disinggung di atas, itu jelas keyakinan dan amalan semua umat Islam, bukan satu kelompok khusus yang istimewa. Jika ada yang meruqyah dan kay dengan cara yang haram atau juga tidak tawakkal kepada Allah swt, itu jelas haramnya. Dan orang beriman yang melakukannya berarti ada sedikit sifat kekufuran dan syirik dalam dirinya. Yang disoroti oleh Nabi saw secara khusus dalam hadits di atas adalah orang-orang istimewa yang lebih dari biasanya. Jika umumnya orang-orang beriman berobat dengan yang halal sambil tawakkal kepada Allah swt, maka 70.000 orang yang istimewa ini sama sekali tidak memilih jalan berobat saking paripurna tawakkalnya kepada Allah swt. Imam al-Khaththabi dalam hal ini menegaskan bahwa maksud yang jelas dari hadits di atas adalah:

 

مَنْ تَرَكَهَا تَوَكُّلًا عَلَى اللَّه تَعَالَى وَرِضَاء بِقَضَائِهِ وَبَلَائِهِ. وَهَذِهِ مِنْ أَرْفَع دَرَجَات الْمُحَقِّقِينَ بِالْإِيمَانِ

 

“Siapa yang meninggalkannya (ruqyah dan kay) karena tawakkal kepada Allah ta’ala dan ridla dengan qadla dan cobaan dari-Nya. Ini adalah derajat yang paling tinggi dari orang-orang yang sangat benar keimanannya” (Syarah an-Nawawi Shahih Muslim bab ad-dalil ‘ala dukhul thawa`if minal-muslimin al-jannah bi ghairi hisab).

Terkait penegasan Imam al-Khaththabi di atas, Imam an-Nawawi memberikan catatan:

 

وَالظَّاهِر مِنْ مَعْنَى الْحَدِيث مَا اِخْتَارَهُ الْخَطَّابِيُّ وَمَنْ وَافَقَهُ كَمَا تَقَدَّمَ، وَحَاصِله: أَنَّ هَؤُلَاءِ كَمُلَ تَفْوِيضهمْ إِلَى اللَّه عَزَّ وَجَلَّ فَلَمْ يَتَسَبَّبُوا فِي دَفْع مَا أَوْقَعَهُ بِهِمْ. وَلَا شَكّ فِي فَضِيلَة هَذِهِ الْحَالَة وَرُجْحَان صَاحِبهَا. وَأَمَّا تَطَبُّب النَّبِيّ ﷺ فَفَعَلَهُ لِيُبَيِّن لَنَا الْجَوَاز. وَاَللَّه أَعْلَم

 

Yang jelas dari makna hadits di atas adalah yang dikemukakan oleh al-Khaththabi dan yang sepakat dengannya sebagaimana dikutip di atas. Intinya: Mereka sangat sempurna kepasrahannya kepada Allah Azza Wa Zalla sampai tidak perlu menempuh cara-cara untuk menghilangkan penyakit yang menimpa mereka. Tidak diragukan lagi keutamaan pilihan jalan ini dan keunggulan pelakunya. Adapun Nabi saw yang pernah berobat itu untuk menunjukkan kepada kita bahwa berobat itu boleh. Wal-‘Llahu a’lam.

Syaikh ‘Abdurrahman ibn Hasan dalam Fathul-Majid Syarh Kitab at-Tauhid bab man haqqaqat-tauhid menjelaskan, berdasarkan hadits di atas, di kalangan madzhab Hanbali dipahami bahwa berobat itu hukumnya mubah, tetapi sebaiknya tidak. Madzhab Imam Malik menyatakan sama, tetapi tidak ada yang lebih baik, kedua-duanya sama; berobat atau tidak, sama-sama boleh. Sementara madzhab Syafi’i dan Hanafi menyatakan sebatas sunat. Artinya jumhur ulama tidak ada yang menyatakan berobat hukumnya wajib. Dalam hal ini Syaikhul-Islam Ibn Taimiyyah berkata: “Tidak wajib menurut jumhur ulama. Yang mewajibkan hanya sekelompok kecil ulama Syafi’i dan Ahmad.”

Artinya, diperbolehkan bahkan diistimewakan, jika seseorang sakit, lalu ia sangat yakin bahwa yang hanya bisa menyembuhkan adalah Allah swt dan ia pun tawakkal sepenuhnya kepada Allah swt, tanpa menempuh cara pengobatan apapun.

Nah apa relevansi nya tawakal paripurna di penghujung tahun 2024 dengan hadits diatas? Tentu ada, perhatikan kutipan imam al-Khaththabi dan yang sepakat dengannya sebagaimana dikutip di atas. Intinya: Mereka sangat sempurna kepasrahannya kepada Allah Azza Wa Jalla sampai tidak perlu menempuh cara-cara untuk menghilangkan penyakit yang menimpa mereka.

Kalimat Mereka sangat sempurna kepasrahannya kepada Allah Azza Wa … ini menjadikan dasar bagi kita sebagai umat muslim untuk selalu berikhtiar maksimal, berdo’a maksimal , dan pasrahkan hasilnya kepada Allah karena kalimat Mereka sangat sempurna kepasrahannya kepada Allah Azza Wa … mengandung makna universal.

Gimana?

Mudah bukan memahami nya?

Tahun kemarin kita ada kasus covid maka untuk perayaan tahun baru mayoritas memilih stay di rumah tapi ada juga yang memilih turun ke jalan untuk merayakan pesta kembang api, pesta bakar jagung, pesta bakar ayam, dan pesta-pesta mudhorot lainnya. Nah mulai sekarang yuk kita rubah semua itu dengan mendatangi kajian ilmu, khusyuk beribadah, khusyuk berdoa meminta ampunan kepada Allah karena kalau Allah sudah sayang sama hambaNya maka Dia pasti mengampuni seluruh kesalahanya di tahun-tahun silam, mengabulkan segala Do’a nya serta menahan Do’a nya agar hambanya senantiasa berharap dan berdo’a kepadaNya.

Berdoa menjadi makanan sehat bagi jiwa-jiwa yang kering, minuman menyegarkan bagi kerongkongan yang kering dan tempat berteduh yang adem bagi musafir yang sedang dalam perjalanan jauh maka makna memanjaatkan doa kepada Sang Pencipta di penghujung tahun adalah untuk merefleksikan perjalanan hidup kita selama 12 bulan terakhir, memanjatkan puji syukur kepada Allah Azza Wa Zalla, dan memohon ampunan kepada Allah Sang Maha Pengampun atas kesalahan / dosa yang telah kita perbuat 12 bulan terakhir baik disengaja maupun tidak disengaja, terang – terangan maupun tersembunyi, dan dosa besar maupun kecil.

Banyak kaum muslimin menjadikan momentum akhir tahun sebagai momentum untuk membaca do’a khusus yang dipanjatkan dengan khusyuk sebagai rasa syukur, rasa bertaubat seorang hamba, dan sebagai harapan di momen akhir tahun dan awal tahun yang baru. Nah berikut adalah beberapa Do’a akhir tahun dan awal tahun yang bisa kamu hapal dan baca:

Referensi Doa Akhir Tahun dan Awal Tahun 2024

Rangkaian doa ini bisa menjadi bacaan yang sering diucapkan oleh umat Islam ketika memasuki akhir tahun. Doa ini memiliki makna yang mendalam dan diyakini mampu membawa berkah serta perlindungan dalam menjalani tahun yang baru.

Untaian do’a di bawah ini bisa menjadi referensi bacaan karena sering di bacakan oleh umat muslim ketika memasuki akhir tahun bulan masehi. Mengandung makna yang diyakini oleh banyak kaum muslim dapat membawa keberkahan dalam menjalani perjalanan 12 bulan kedepan, Perlindungan, dan ampunan yang luas seluas langit dan bumi (Penerjemah:Red).

Doa Akhir & Awal Tahun 2023

Di bawah ini adalah contoh-contoh lafadz do’a akhir tahun yang bisa kamu amalkan sebagai amalan penutup tahun:

 

اَللّٰهُمَّ مَا عَمِلْتُ مِنْ عَمَلٍ فِي هٰذِهِ السَّنَةِ مَا نَهَيْتَنِي عَنْهُ وَلَمْ أَتُبْ مِنْهُ وَحَلُمْتَ فِيْها عَلَيَّ بِفَضْلِكَ بَعْدَ قُدْرَتِكَ عَلَى عُقُوْبَتِيْ وَدَعَوْتَنِيْ إِلَى التَّوْبَةِ مِنْ بَعْدِ جَرَاءَتِيْ عَلَى مَعْصِيَتِكَ فَإِنِّي اسْتَغْفَرْتُكَ فَاغْفِرْلِيْ وَمَا عَمِلْتُ فِيْهَا مِمَّا تَرْضَى وَوَعَدْتَّنِي عَلَيْهِ الثَّوَابَ فَأَسْئَلُكَ أَنْ تَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَلَا تَقْطَعْ رَجَائِيْ مِنْكَ يَا كَرِيْمُ

 

“Allahumma ma ‘amiltu min ‘amalin fî hadzihis sanati ma nahaitanî ‘anhu, wa lam atub minhu, wa hamalta fîha ‘alayya bi fadhlika ba‘da qudratika ‘ala ‘uqubatî, wa da‘autanî ilat taubati min ba‘di jara’atî ‘ala ma‘shiyatik. Fa innî astaghfiruka, faghfirlî wa ma ‘amiltu fîha mimma tardho, wa wa‘attanî ‘alaihits tsawaba, fa’as aluka an tataqabbala minnî wa la taqtha‘ raja’î minka ya karîm.”

 

Artinya: “Tuhanku, aku meminta ampun atas perbuatanku di tahun ini yang termasuk Kau larang-sementara aku belum sempat bertobat, perbuatanku yang Kau maklumi karena kemurahan-Mu-sementara Kau mampu menyiksaku, dan perbuatan (dosa) yang Kau perintahkan untuk tobat-sementara aku menerjangnya yang berarti mendurhakai-Mu. Tuhanku, aku berharap Kau menerima perbuatanku yang Kau ridhoi di tahun ini dan perbuatanku yang terjanjikan pahala-Mu. Janganlah kau membuatku putus asa. Wahai Tuhan Yang Maha Pemurah.”

Kesimpulan

Agenda yang harus kita kuatkan di penghujung tahun adalah ibadah, berdo’a dan bermuhasabah karena hanya dengan 3 hal itu kita akan menjadi pribadi yang bertaqwa, beriman, berakhlaq, serta menjadi pribadi yang lebih baik dari hari / tahun tahun sebelumnya. Wallahualam bishowab.

Comment

Your email address will not be published

There are no comments here yet
Be the first to comment here